Hallo kembali lagi ke blog saya. Kali ini saya
akan membahas dengan tema mengenai agama dan masyarakat. Buat yang belum tahu
apa itu agama dan masyarakat.Mari kita pecahkan !.
HUBUNGAN AGAMA DAN MASYARAKAT
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak
sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan
agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya
dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben
yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih
terjaga kelestariannya.
Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai
hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk
selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu
masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya,
karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga
budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu
menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika
dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang
harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain.
Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan
yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat
membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita
agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi
symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak
menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak
kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat
Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan
baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah
tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan
masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk
agama yang satu dengan lainnya.
KAITAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan
agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak
menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
1.
Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan
terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu,
keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama.
Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya: agama memasukkan pengaruhnya yang
sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak, nilai agama sering
meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama
menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan
yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
2.
Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi.
Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada
saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan.
Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain,
agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama
hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
CARA BERAGAMA
1.
Tradisional , yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini
mengikuti cara beragama nya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari
angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal
keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama bahkan tidak ada
minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
2.
Formal , yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di
lingkungan atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragama orang
yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh, pada umumnya tidak kuat dalam
beragama. Mudah mengubah cara beragamanya. Mudah bertukar agama jika memasuki
lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya.
3.
Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya.
Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agama dengan
pengetahuan, ilmu ,dan pengamalannya.
4.
Metode pendahulu, yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal dan
hati (perasaan) di bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu ,pengamalan dan penyebaran (dakwah).
Merekaselalu mencari ilmu dulu kepada orang yang di anggap ahlinya dalam ilmu
agama yang memegang teguh ajaran asli yang di bawa oleh utusan misalnya Nabi
atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang
teguh) dengan itu semua.
FUNGSI AGAMA DALAM MASYARAKAT
Agama juga merupakan salah satu prinsip yang
(harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan
mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun
kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Adapun fungsi
agama adalah sebagai berikut :
1.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan
yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral.
Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa,
karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
2.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa
mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka.
3. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu
ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem
nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam
masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya,
seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan
tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan
berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup
secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak
berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan
sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
4.
Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum)
berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi
penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang
benar menurut ajaran agama masing-masing.
5.
Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan
dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia
dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana
melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan
satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat
di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa
diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit
tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat
manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku
tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai
pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari
sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
6.
Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang
bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri
sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan
mengubah cara hidup.
7.
Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka
terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan,
kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa
berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
8.
Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius
dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar “Civil
Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
9.
Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya
agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10. Fungsi
Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak
umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri
tetapi juga bagi orang lain.
11. Fungsi
Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha
manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi.
Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila
dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.
PELEMBAGAAN AGAMA
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau
lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama.
Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
1.
Islam : MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia
untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan
dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2.
Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) (dulu disebut Dewan
Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai
perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali
Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan
bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
3.
Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah
organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan
bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin
umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada
di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah.
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di
Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja
melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI
berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan)
ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
4.
Hindu : Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis
tertinggi umat Hindu Indonesia.
5.
Budha : MBI Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di
Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari
Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya,
Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika
Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
6.
Konghucu : MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia adalah
sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu
beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada
sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok
yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah
satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman
dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama
Negara.
Source :
https://fauzanbrs94.wordpress.com/2015/11/24/agama-dan-masyarakat/
0 Comments
Posting Komentar