MASYARAKAT
PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
PENGERTIAN
MASYARAKAT
Beberapa definisi
mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
1. R. Linton :
Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka ini dapat
mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam suatu kesatuan sosial
dengan batas-batas tertentu.
2. M.J. Herskovits
: Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan
mengikuti satu cara hidup tertentu.
3. J.L. Gillin dan
J.P. Gillin : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar
dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.
4. S.R. Steinmetz
: Seorang sosiolog bangsa Belanda mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokkan-pengelompokkan manusia yang
lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
5. Hasan Shdily :
Mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa
manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh
kebatinan satu sama lain.
SYARAT-SYARAT
MENJADI MASYARAKAT
Mengingat
definisi-definisi masyarakat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada
pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b. Telah bertempat
tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c. Adanya
aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan bersama.
PENGERTIAN
MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat
perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih
ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus
masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan, dan
perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah
memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa
adanya. Hal ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau
menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu
misalnya, diusahakan menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam kaleng. Pada
orang-orang desa ada kesan, bahwa mereka masak masakan itu sendiri tanpa memperdulikan
apakah tamu-tamunya suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan
harus kelihatan mewah dan tempat penghidangannya juga harus mewah dan
terhormat. Disini terlihat perbedaan penilaian. Orang desa memandang makanan
sebagai suatu alat memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kota,
makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.
TIPE MASYARAKAT
Apabila kita
berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut
antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat
:
Pertama, satu
masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian
kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari
sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat
yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala
bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah
mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan
didekati sebagian saja.
Sebenarnya,
pembagian masyarakat dalam 2 tipe itu hanya untuk keperluan penyelidikan saja.
Dalam satu masa sejarah antropologi, masyarakat yang sederhana itu menjadi
objek penyelidikan dari antropologi, khususnya antropologi sosial. Sedang
masyarakat yang kompleks adalah terjadi objek penyelidikan sosiologi.
CIRI-CIRI
MASYARAKAT KOTA
Beberapa ciri yang
menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
1. Kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan,
seperti : masjid atau gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat
berada dalam lingkungan ekonomi dan perdagangan. Cara kehidupan demikian
mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, bila dibandingkan dengan kehidupan
warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2. Orang kota pada
umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang
lain. Yang terpenting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di
kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan
kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3. Pembagian kerja
diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata.
4.
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh
warga kota daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat
seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh karena itu pada masyarakat desa
tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Lain halnya di
kota, pembagian kerja sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri,
sehingga tidak hanya terbatas pada satu sektor pekerjaan.\
Singkatnya di kota
banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh warga-warga kota, mulai
dari pekerjaan yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.
5. Jalan pikiran
rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan
yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota,
sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar
kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7.
Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota
biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering
menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena
itu, golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya lebih sering
mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.
PERBEDAAN DESA DAN
KOTA
Beberapa ciri yang
dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota,
yakni :
a. Jumlah dan
Kepadatan Penduduk
Jumlah dan
kepadatan penduduk di desa sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung
ke arah horizontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Sedangkan kota
memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak daripada desa.
b. Lingkungan
Hidup
Lingkungan hidup
di pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar
matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan
berbagai satwa. Hal tersebut sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang
sebagian besar dilapisi beton dan aspal, bangunan-bangunan menjulang tinggi
saling berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dn berhimpitan dengan
gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.
c. Mata
Pencaharian
Kegiatan utama
penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan
ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan
pertanian, peternakan, dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota
merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri,
disamping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di
desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan
kebutuhan pangan, sandang, maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang
berasal dari desa menjadi bahan-bahan setengah jadi atau mengolahnya sehingga
berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan.
d. Corak Kehidupan
Sosial
Corak kehidupan
sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat heterogen,
karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok, dan
masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.
e. Stratifikasi
Sosial
Sistem pelapisan
sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa.
f. Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial
di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu
perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horizontal
yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.
g. Pola Interaksi
Sosial
Pada masyarakat
pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah
motif-motif sosial
h. Solidaritas
Sosial
Solidaritas pada
masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan,
seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan, dan kesamaan pengalaman.
Sebaliknya solidaritas pada masyarakat perkotaan justru terbentuk karena adanya
perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, sehingga orang terpaksa masuk ke dalam
kelompok-kelompok tertentu, misalnya saja serikat buruh, himpunan pengusaha,
atau persatuan artis.
i. Kedudukan Dalam
Hierarki Sistem Administrasi Nasional
HUBUNGAN DESA DAN
KOTA
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan.
Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan
pangan seperti beras, sayur-mayur, daging, dan ikan. Desa juga merupakan sumber
tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan
di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka
merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota
menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti
bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak
tanah. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa
yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri.
ASPEK POSITIF DAN
NEGATIF
TENTANG ASPEK
POSITIF DAN NEGATIF
Untuk menunjang
aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram, dan nyaman
pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas
kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai
akibat aktivitas warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang.
Perkembangan kota
merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan
politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk
struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat
ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
UNSUR LINGKUNGAN
PERKOTAAN
Secara umum dapat
dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang
meliputi :
1. Wisma
Unsur ini
merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap
alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam
keluarga.
2. Karya
Unsur ini
merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini
merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
3. Marga
Unsur ini
merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara
suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta
hubungan antara kota itu dengan kota-kota atau daerah lainnya (hubungan
eksternal).
4. Suka
Unsur ini
merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan
fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan, dan kesenian.
5. Penyempurnaan
Unsur ini
merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat
tercakup ke dalam ke empat unsur di atas, termasuk fasilitas keagamaan,
perkuburan kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.
Kelima unsur pokok
ini merupakan pola pokok dari komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan
kualitasnya kemudian dirinci di dalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai
dengan tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang
dan masa yang akan datang.
FUNGSI EXTERNAL
KOTA
Fungsi dan tugas
aparatur Pemerintah Kota harus ditingkatkan :
1. Aparatur kota
harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu, maka
pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya.
2. Kelancaran
dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan
cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
3. Masalah
keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka
kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru.
4. Dalam rangka
pemekaran kota, harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di
kota dengan para pemimpin di tingkat Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat
bagi wilayah Kabupaten di sekitarnya.
Di pihak lain,
kota mempunyai juga peran/fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi dan
peran kota tersebut dalam kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi
dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian
ini diharapkan bahwa suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ
tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling
mempengaruhi.
MASYARAKAT
PEDESAAN
PENGERTIAN DESA
Sutardjo
Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah kesatuan hukum di mana bertempat
tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto,
desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan
kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya
secara timbal-balik dengan daerah lain.
Menurut Paul H.
Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
CIRI-CIRI DESA
Ciri-ciri desa
yaitu :
a. Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal-mengenal antara ribuan jiwa.
b. Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c. Cara berusaha
(ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti
: iklim, keadaan alam, kekayaan alam. Sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan.
CIRI-CIRI
MASYARAKAT PEDESAAN
Ciri-ciri
masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a. Di dalam
masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam
dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar
batas-batas wilayahnya.
b. Sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau
Paguyuban).
c. Sebagian besar
warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan
pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai
pengisi waktu luang.
d. Masyarakat
tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat, dan
sebagainya.
Ciri-ciri
masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut
:
a. Homogenitas
Sosial
Bahwa masyarakat
desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga
pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen. Oleh karena itu hidup
di desa biasanya terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola
pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam
menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan
kemanunggalang selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.
b. Hubungan Primer
Pada masyarakat
desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah
umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota masyarakat satu dengan
yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah
kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun secara materi mungkin
sangat kurang atau tidak mengijinkan.
c. Kontrol Sosial
yang Ketat
Di atas
dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan
diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah
yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan
kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu
anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk
menyoroti dan membenahinya.
d. Gotong Royong
Nilai-nilai gotong
royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua
masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong, baik dalam arti gotong
royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni dan
sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong
royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu
dan sebagainya.
e. Ikatan Sosial
Setiap anggota
masyaratkan desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat.
Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan
dihukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara mengucilkan/memencilkan.
Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan aturan yang
ditentukan. Lebih-lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi
anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial tersebut)
f. Magis Religius
Kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap
kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering kita
jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta
perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.
g. Pola Kehidupan
Masyarakat desa
bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan
dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu
bidang kehidupan saja. Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan
satu-satunya pekerjaan yang harus ia tekuni dengan baik. Bilamana bidang
pertanian tersebut kegiatannya kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi
kegiatan di bidang pertanian.
Disamping itu
dalam mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan.
Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang
memadai. Oleh karena itu masyarakat desa sering dikatakan masyarakat yang
statis dan menonton.
MACAM-MACAM
PEKERJAAN GOTONG-ROYONG
Bentuk-bentuk
kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan
tolong-menolong.
Macam-macam
pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) ada dua macam, yaitu :
1. Kerjasama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri
(biasanya diistilahkan dari bawah).
2. Kerjasama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri
berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
Kerjasama jenis
pertama biasanya sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang
jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.
SIFAT DAN HAKIKAT
MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat
pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh
orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai dan harmonis sehingga oleh
orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala
kesibukan, keramaian, dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang
orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah
mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan.
Tetapi sebenarnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh
sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat
Gemeinschaft (Paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan
orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan
damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.
Tetapi sebenarnya
di dalam masyarakat pedesaan ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal
ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan
sosial.
MACAM-MACAM GEJALA
MASYARAKAT PEDESAAN
Gejala-gejala
sosial pada masyarakat pedesaan adalah
a. Konflik
(Pertengkaran)
Pertengkaran-pertengkaran
yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering
menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu
rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b. Kontraversi
(Pertentangan)
Pertentangan ini
bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat),
psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli
hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut
kebiasaan masyarakat.
c. Kompetisi
(Persiapan)
Sesuain dengan
kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat
sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi
sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan
bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk
meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif
bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri,yang tidak mau berusaha
sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini
kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
d. Kegiatan pada
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat
pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja
keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah
masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan
tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa
orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat
sambutan yang sangat dari para ahli.
SISTEM BUDAYA
PETANI INDONESIA
Para ahli
disinyalir bahwa di kalangan petani perdesaan ada suatu cara berfikir dan
mentalitas yang hidup dan bersifat religo-magis.
Sistem nilai
budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :
a) Para petani di
Indonesia di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu
hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia
harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunyi di
dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari
keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya
dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka
beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk
mencapai kedudukannya.
c) Mereka
berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, meraka
kurang mampu untuk itu.Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang
kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa
kekayaan bagi mereka)
d) Mereka
menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu
hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar
peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan
menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk
menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa
dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.
UNSUR-UNSUR DESA
Daerah, dalam arti
tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga
unsur lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.
Penduduk adalah
hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata
pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan,
dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut
seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
Ketiga unsur desa
ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan satu kesatuan.
Unsur daerah,
penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau “Living Unit”.
Unsur lain yang
termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak suatu desa pada umumnya selalu
jauh dari kota atau dari pusat keramaian. Unsur letak menentukan besar-kecilnya
isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya.
FUNGSI DESA
Pertama, dalam
hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan “hinterland” atau daerah
dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti
padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai,
buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
Kedua, desa
ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw
material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi
kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur,
desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa
banyak berfungsi sebagai desa agraris.
Menurut Sutopo
Yuwono : “Salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi. Daerah
pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan
yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan
dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyarakat
pedesaan dalam mencapai sasaran swasembada pangan adalah penting sekali, bahkan
bersifat vital.”
PERBEDAAN
MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat
pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan
ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan personalitas dan
segi-segi kehidupan.
Mengenal ciri-ciri
masyarakat pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkannya
dengan kehidupan masyarakat perkotaan. Untuk menjelaskan perbedaan atau
ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan
umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan
penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial,
mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan,
ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.
1. Lingkungan Umum
dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat
pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di
daerah desa.
Penduduk yang
tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan
hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Berbeda
dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya “bebas” dari realitas
alam.
2. Pekerjaan atau
Mata Pencaharian
Pada umumnya atau
kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani dan berdagang
sebagai pekerjaan sekunder. Namun di masyarakat perkotaan, mata pencaharian
cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat
dikembangkan.
3. Ukuran
Komunitas
Dalam mata
pencaharian di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi
bila dibandingkan dengan industri; dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai
penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Oleh karena itu, komunitas
pedesaan lebih kecil daripada komunitas perkotaan.
4. Kepadatan
Penduduk
Penduduk desa
kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota.
Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi
dari kota itu sendiri.
5. Homogenitas dan
Heterogenitas
Homogenitas atau
persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan,
adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
Di kota sebaliknya,
penduduk heterogen terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan
kesenangan, kebudayaan, dan mata pencaharian.
6. Diferensiasi
Sosial
Keadaan heterogen
dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam
diferensiasi sosial. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan
di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi, dan relatif
berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.
7. Pelapisan
Sosial
Kelas sosial di
dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti “piramida sosial”,
yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah
ada di antara kedua tingkat kelas ekterm dari masyarakat.
Ada beberapa
perbedaan “pelapisan sosial tak resmi” ini antara masyarakat desa dan
masyarakat kota yakni dalam aspek kehidupan pekerjaannya, kesenjangan antara
kelas ekstremnya, serta ketentuan kasta dan contoh-contoh perilakunya.
8. Mobilitas
Sosial
Mobilitas sering
terjadi di kota dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial
(wilayah) di kota lebih sering ditemukan daripada di daerah pedesaan. Hal lain,
mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) lebih banyak
ketimbang dari kota ke desa. Pergerakannya dapat terjadi secara bertahap, baik
arahnya secara horizontal ataupun vertikal. Kebiasaan tersebut di desa kurang
terlihat, dan di kota lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif singkat.
9. Interaksi
Sosial
Tipe interaksi
sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya
maupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah
pedesaan dan perkotaan, diantaranya :
a. Masyarakat
pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka
kontak pribadi per individu lebih sedikit.
b. Dalam kontak
sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih
sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lalu, dan tidak bersifat
pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa
kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal),
dan pribadi.
10. Pengawasan
Sosial
Tekanan sosial
oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi
dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Di kota
pengawasn sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang “terkena” aturan yang
ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
11. Pola
Kepemimpinan
Menentukan
kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas
pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh
lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui
daripada di daerah kota.
12. Standar
Kehidupan
Di kota, dengan
konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam
menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkan di desa terkadang tidak demikian.
Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan standar
hidup demikian kurang mendapat perhatian.
13. Kesetiakawanan
Sosial
Kesetiakawanan
sosial (social solidarity) atau kepanduan dan kesatuan, pada masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor
yang berbeda.
14. Nilai dan
Sistem Nilai
Nilai dan sistem
nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara,
dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai
keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepada keluarga masih berperan.
Dalam hal ini, masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan
sistem nilai di desa.
0 Comments
Posting Komentar